Kebanyakan orang mungkin akan senang jika sudah hari Jumat, karena mereka akan berlibur di hari Sabtu dan Minggu.
Sekedar berkumpul bersama keluarga, dengan teman-teman ataupun me time. Menenangkan fikiran setelah Weekday bekerja, bertemu kemacetan, menyelesaikan berbagai permasalahan di tempat bekerja.
Tapi tidak bagi aku dan suamiku.
Senin sampai Jumat yang terasa penat itu masih lebih kami rindukan daripada setiap Sabtu dan Minggu.
Dari Jumat malam, aku dan suamiku selalu bergegas ke rumah ibunya, kami diharuskan menginap disana sampai hari minggu.
Minggu malam baru kami pulang karena senin harus bekerja.
Mungkin jika rutinitasku di rumah itu bersifat positif, akan terasa menyenangkan. Masak bersama kakak iparku untuk kami makan bersama. Merawat ibu dan bapak yang sudah sangat sulit beraktivitas sendiri, bercanda berkumpul bersama, mungkin week end ku akan menjadi hari yang selalu aku nantikan.
Tapi kenyataannya, hal positif itu hanya sedikit, lebih banyak aku merasakan hal-hal negatif disana, mendengarkan keburukan tetangga yang belum jelas kebenarannya, yang kulihat semua orang salah di mata ibunya. Sehingga aku bingung harus bagaimana, kakak iparku juga sudah mulai sering menangis karena senin sampai jumat dimarahi terus. Kakak iparku senang kalau aku dan suamiku datang. Karena berkurang dimarahinya.
Tidak tersurat kalimat keharusan itu dari ibu mertuaku tapi menjadi sebuah ancaman karena semakin lama aku mengenal ibu mertua ku, dan selama itu aku menjadi pendengar setiap keluh kesahnya.
Bukan seperti ibuku yang malah tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Tapi sebaliknya, mertuaku adalah orang tua yang sangat ingin anaknya tidak melupakan jasa-jasanya.
Cerita - cerita itu selalu terngiang di telingaku, bagaimana sumpah serapahnya kepada orang-orang yang menurutnya telah menyakiti hatinya. Seram sekali aku mendengar ucapan itu keluar dari bibir seorang ibu yang sudah sangat rentah dan bahkan tubuhnya tak berdaya.
Hanya bibirnya saja yang terlihat sehat, membicarakan orang lain terus.
Aku lelah sekali menjalani rutinitas ini sejak kepergian ibuku, 4 April 2022.
Sejak hari itu, terngiang selalu mertuaku bilang. Orang tua harus di jaga selagi masih hidup.
Padahal dulu, waktu ibuku sakit. Repot dia juga mengeluh sakit, membuat aku dan suamiku bingung.
Akhirnya aku mengurus ibuku sendiri.
Kubiarkan suamiku mengurus ibunya yang bibirnya selalu mengucap sakit, padahal masih bisa memilih mana makanan enak. Sementara sakit yg ibuku derita, jangankan memilih makanan, menelan makanan saja terasa sulit, berjalan sendiri sudah tidak mampu, harus di topang. Ibuku saat itu sudah pakai pampers.
Masih pun mertuaku membiarkan aku mengurus ibuku tanpa ditemani suamiku.
Ah sudahlah, aku ingin sekali memaafkan dia.
Tapi pasti kalimatnya adalah, memang dia salah ? Apa yang harus dimaafkan ? Kesalahan yang mana ?
Hanya karena pepatah "Surga istri ada pada ridho suaminya, Surga suami ada pada ridho ibunya"
Lantas apakah dengan begitu ibu mertuaku akan selalu benar ?
Bagaimana dengan nasib ibuku?
Ibu yang sudah merawatku sehingga bisa menjadi wanita yg dipilih oleh anak laki-lakinya ?
Aku yg nantinya merawat anak laki-lakinya.
Tidakkah ibu mertuaku mengajarkan kepada anak laki-lakinya, cara berterimakasih kepada ibuku ?
Tidakkan dia, sebagai orangtua dan wanita, menghargai ibuku yang juga masih ingin mendapatkan perhatianku?
Egois sekali ibu mertuaku.
Ya Allah, jika bakti ku pada ibu mertuaku dan suamiku ini dapat Engkau nilai pahala. Maka berikanlah pahala ini kepada ibuku, karena selama aku menikah, dia selalu mengalah pada ibu mertuaku.
Aku tidak boleh pulang menemui ibuku, ibuku hanya bilang "iya gppa, video call aja kita"
Terisak lagi hatiku setiap mengingat kejadian itu.
Lapangkan kubur ibuku ya Allah, sayangi ibuku ya Allah. Pertemukanlah aku dan ibuku di akhirat kelak ya Allah. Masukkanlah kami di Surga Mu dengan pintu Rahmat Mu ya Allah. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar