Cerita ini hanyalah fiktif belaka berdasarkan imajinasi dan fantasi penulis, jika terdapat kesamaan nama tokoh dan tempat merupaka suatu kebetulan yang tidak patut untuk di permasalahkan.
10 Juli 2008
Minten tengah
menghadiri rapat OSIS bersama teman-teman Madrasahnya. Tiba-tiba handphone nya
di germingkan dengan pesan dari seorang laki-laki yang memang sudah lama
merebut hatinya, tapi Minten hanya mampu memendamnya karena usia yang masih
sangat muda.
Marvel : “Ten, Sorry ya ngga bisa dateng waktu lu
ulang tahun, gw maulid an.”
Minten : “Iya gpp”
Minten berulang
tahun 2 hari sebelum tanggal 10 juli, dan sempat mengundang beberapa teman untuk bisa merayakannya di rumah Minten.
Marvel : “gw tau
kok lu thoma sama gw.”
Minten : “Thoma
apaan ?”
Marvel : “Tanya
aja sama guru bahasa Arab lu”
Minten : “Males
ah nanya-nanya kelamaan”
Marvel : “Itu
ibaratnya lu pengen minta makanan, tapi lu ngga berani ngomongnya. Tapi ni soal perasaan”
Minten : “Maksudnya
gw punya perasaan gitu sama lu tapi ga berani ngomong?”
Marvel : “Gitu
deh, gw mau kok jadi pacar lu. Asalkan ada syaratnya. Adek gw sama temen-temen lu nggak boleh
tau”
Minten : “Hmmm”
Masih begitu rumit dalam benak Minten mau bicara apa, hanya dikepalanya saja yang terus berdebat.
“Maksudnya apa
sih ? iya sih gw suka tapi kan gw nggak pernah bilang gw suka sama dia, terus
kenapa dia ngomong gitu pake ada syarat juga, kan gw nggak minta jadian, apaan
si ni orang, etapi seneng sih.”
Berbulan Minten
menjaga syarat yang Marvel berikan, menjaga juga rahasia ini dari orang tua
Minten yang sangat tegas dan galak. Namun berbulan
juga Marvel menghilang tanpa kabar.
Sekalinya
mendengar kabar, sangat tidak mengenakan telinga dan perasaannya Minten.
Marvel pindah
sekolah.
Ahsudahlah, urusan
dia dengan masa depannya, mau di introgasipun apalah daya, Marvel tidak bisa di
hubungi. Sesekali Minten
keluar rumah, hanya bisa sekilas saja untuk bisa bertatap dengan Marvel.
Tidak pernah pula
bisa berbincang secara langsung, tidak
pernah berkencan. Hanya doa saja yang selalu Minten panjatkan agar Marvel
selalu dalam lindungan yang Kuasa, tidak meninggalkan Sholat dan tidak merokok
lagi. Tak banyak nyali yang dimiliki Minten untuk sekedar menuntut kabar dari Marvel atau berdiam lama untuk sekedar menatap mata Marvel. Tidak, masih terlalu kecil keberanian yang dimiliki Minten.
Waktu berlalu,
Minten dan Marvel kini sudah menginjak Sekolah Menengah Atas, dan sudah bisa
saling berhubungan dengan menggunakan Handphone pribadi masing-masing.
Sebelumnya,
Minten memiliki handphone yang kepemilikannya masih bersama dengan kakak
perempuannya.
Marvel perlahan
mempublikasikan hubungannya dengan Minten, dan teman-teman Minten sudah banyak
yang mengetahui hubungan mereka.
Hari yang
menegangkan tiba, ayah Minten mengetahui hubungan mereka dan sangat
menentangnya. Dengan tegas Minten yang tengah tertidur di bangunkan oleh
ayahnya.
Ayah Minten : “Ayah
tau kamu pacaran sama Marvel, putusin sekarang. Ayah pergokin dia nonton film
biru di warung PS depan”
Minten : “Iya”
Ke esokan
harinya.
Minten : “Kita
ngga bisa lanjut lagi, aku minta putus. Aku mau fokus sekolah, km juga kayaknya nggak berubah-berubah. Udah di bilangin jangan bergaul sama yang nggak bener,
jangan ngerokok juga, masih aja.”
Marvel : “Yauda.”
Minten sudah
lulus Sekolah Menengah Atas, Minten berniat melanjutkan kuliah tapi dia
bertekad untuk tidak menyusahkan orangtuanya, sehingga Minten memilih untuk
bekerja terlebih dulu.
Ada seorang teman
Minten yang mengajak Minten untuk ikut tes program Beasiswa Universitas Swasta
favorit dan Minten mengikutinya dengan niat hanya ikut-ikut saja.
Minten sudah
mendapat pekerjaan di perusahaan yang cukup benefit, dekat dengan rumah dan
dengan gaji yang besar. Namun jam kerja yang berubah-ubah membuat Minten sempat
jatuh sakit. Disamping itu Minten tidak tau apa yang dikerjakan oleh Marvel. Yang terdengar,
Marvel sedang tertarik dengan kelautan, mungkin dia ingin menjadi Nahkoda,
berlayar menyusuri belahan bumi ini hingga dia menemukan kebahagiaan yang
selama ini dia cari, atau menggapai cita-citanya.
Marvel pernah berpesan
kepada Minten, di bawah pohon rindang, di taman Catleya.
Marvel : “Jangan
pernah ngomong putus lagi”
Kemudian di suatu
malam, Minten mendapati Marvel bermain bersama temannya yang dikenal suka pergi
ke sebuah club malam. Sudah berulang kali Minten memperingati Marvel, tapi
sepertinya Marvel selalu acuh dan membuat kesabaran Minten hilang, hingga
membuat Minten benar-benar bertekad untuk meninggalkannya. Tanpa kata putus,
tanpa pamit. Minten melangkah menatap masa depannya.
Sepucuk surat
tiba-tiba datang di rumah Minten yang berisikan Beasiswa Universitas Swasta itu
telah diperoleh oleh Minten dengan potongan biaya 50%. Ayah Minten segera
meminta Minten untuk menerima dan mendaftarkan diri ke Universitas tersebut.
Semester I berlalu dan Minten di pertemukan
dengan seorang laki-laki, teman kerja kakak perempuannya yang mampu meluluhka
hati Minten. Dia tidak merokok, rajin sholat dan sangat berbakti kepada ibunya.
Dia sangat sayang pada Minten, hingga Minten mulai membuka hatinya untuk
laki-laki itu.
Beberapa bulan
berlalu, kisah cinta mereka kandas.
Kemudian Minten
bertemu dengan seorang laki-laki yang mampu menjatuhkan hatinya. Jatuh sedalam-dalamnya pada seseorang yang saat ini sudah melamar Minten.
Minten sudah
mengikhlaskan Marvel pergi jauh sebelum Marvel menjalin kasih dengan perempuan lain.
Minten mendoakan agar Marvel dan perempuannya itu bisa hidup bahagia dan tenang, tanpa harus merusak kebahagiaan dan ketenangan yang tengah Minten rasakan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus